Yang Pergi tidak akan kembali
Aku sadari itu
tapi kau .... kau selalu kembali
dalam pikiranku menjadi kenanganku
Mungkin karena kita tak sempat mengatakan kata perpisahan waktu itu
Tapi yang pergi tak akan kembali
aku mengerti itu.
Kau tak banyak bicara ketika bekerja
Duduk di sofa dan tangan keriputmu masih sangat lincah untuk menyobek-sobek kertas itu.
Kau juga suka mengulang-ulang pertanyaan yang sama,
"Sudah makan belum? kalau belum...makan dulu ".
Aahh...mungkin karena faktor usia saja..
aku mengerti
Satu tahun..dua tahun..tiga tahun berlalu
dan aku masih merindukanmu.
Dalam kenangan, kau selalu kembali
(In memoriam my beloved popo)
Wednesday, August 17, 2011
Thursday, August 11, 2011
Lihat Kebunku
Mama saya adalah seorang pecinta bunga. Matanya akan menunjukkan ekspresi yang berbinar-binar ketika dia sedang membicarakan tentang bunga ataupun sedang mengurusi bunga-bunganya. Makanya salah satu impian saya adalah membelikan beliau sebuah rumah dengan cukup lahan untuk berkebun.
Setelah bertahun-tahun mendengar cerita-cerita mama mengenai bunga-bunganya akhirnya membuat saya penasaran juga. Dan saya putuskan untuk memulai berkebun juga, tempatnya di kantor saya. (Bukan) kebetulan bahwa kantor saya yang berbentuk Ruko memiliki tempat luas di lantai paling atas, sebenarnya fungsinya sebagai tempat untuk menjemur pakaian. Tapi karena tidak terpakai, maka cocoklah untuk ditaro beberapa pot bunga.
Dan mulailah pengalaman saya sebagai seorang tukang kebun amatiran … hehehehe… Ditemani oleh ibu pembantu di kantor, saya akhirnya membeli beberapa bunga. 2 pot bunga mawar, 1 pot bunga blue eyes, 1 pot bunga sutra Bombay, lalu masih ada 3 pot lagi yang saya lupa namanya. 1 jenis seperti sayuran dan akhirnya kita namakan po chai ( ngarang abiess) , lalu 1 jenis lagi berbentuk bola pingpong berwarna ungu.
Setiap pagi saya akan naik dan mengisi ember dengan air yang cukup untuk menyiram bunga-bunga itu. Ternyata ada beberapa bunga yang membutuhkan banyak air supaya tidak layu tapi ada juga yang tidak boleh disiram terlalu banyak. Awalnya saya tidak tahu, tapi lama-kelamaan akhirnya saya mengerti juga. Saya juga salah merawat bunga mawar saya, seharusnya mawar tidak boleh terkena matahari langsung.
Namun yang paling ditunggu-tunggu adalah cerita saya mengenai bunga sutra Bombay. Ada berapa yang mekar? Warna apa saja? Seru sekali bagian menghitung berapa yang mekar, karena banyak sekali yang mekar setiap hari.
Ternyata saya bukan pecinta bunga seperti mama saya, akhirnya setelah setahun merawat bunga-bunga itu akhirnya saya pun menyerahkan tugas itu kepada ibu pembantu di kantor.
Saya belajar dari pengalaman itu bahwa untuk merawat bunga saja, saya harus meluangkan waktu tiap hari loh.. bayangkan apa jadinya bunga-bunga itu tidak saya perhatikan, saya menyiramnya ya suka-suka sajalah. Kalau mood siram, kalau ga mood cuekin aja. Rasanya dalam waktu 1 minggu, semua bunga-bunga saya akan mati kekeringan.
Lalu saya berpikir, wah apalagi dalam satu hubungan ya? Saya rasa dalam satu hubungan, baik itu dengan pasangan, sahabat atau bahkan keluarga. Kita tidak bisa terlalu cuek loh, yang kalau mood kita baik sama mereka. Kalau ga mood ya sudah cuekin saja. Kalau mau ya kita kasih perhatian, kalau ga ..bisa ga ngomong seminggu. Astaga???
Pernah baca mengenai 5 bahasa kasih ? Tulisan dari seorang psikolog bernama dr. Gary Chapman. Tulisannya membuka pikiran saya, bahwa setiap orang memiliki tangki kasihnya masing-masing dan tangki kasih tersebut bisa menjadi kosong. Nah untuk mengisinya adalah melalui bahasa kasih.
Bahasa kasih merupakan apa yang orang itu butuhkan untuk merasa paling dicintai.
Ada 5 Bahasa kasih dan tiap orang memiliki bahasa kasih yang berbeda-beda :
1. Kata-kata Pendukung
2. Sentuhan fisik
3. Saat-saat berkesan
4. Pemberian
5. Pelayanan
Tulisan ini hanya untuk mengingatkan diri saya, bahwa saya perlu melakukan perawatan tiap hari untuk “kebun-kebun” hubungan saya.
Kalau untuk bunga saja, kita bisa berikan perhatian setiap hari. Apalagi untuk sesama kita manusia, bukankah begitu?
Wednesday, August 10, 2011
Happiness Addicted
Ada 2 macam orang ketika lagi sakit :
Yang pertama adalah seperti saya, ketika sakit langsung mencari pengobatannya. Misalnya lagi sakit batuk, maka saya akan langsung jaga makanan saya. Stop yang goreng-gorengan, minyak-minyakan dan mencari obat untuk mempercepat penyembuhan saya.
Dan tipe kedua adalah kebalikan dari saya, yaitu tipe adik saya. Yang tidak memanjakan penyakitnya. Jadi dia dengan cueknya, akan tetap makan seperti dia tidak sakit batuk. Jadi sakit sedikit langsung cari obat itu bikin kemampuan tubuh untuk menyembuhkan diri sendiri menjadi menurun bahkan menjadi hilang sama sekali.
Ada betulnya juga sih pemikiran seperti itu, tapi kan saya maunya cepet sembuh, pengen beraktivitas lagi dan minum obat itu mempercepat semuanya ( mental instant dimana-mana ya kakak? :D)
Trus bagaimana ya kalau yang sakit bukan tubuhnya, tapi jiwanya? Bukan gila ya maksudnya, tapi gara-gara cara hidup saya yang pengennya cari obat untuk menyembuhkan segala sesuatu eh jadi kebawa sampai ke masalah ‘Penyembuhan hati’…. Dimarahin customer,kerjaan numpuk dan deadline yang ga kekejer, bos yang permintaannya ajubile… semenit bilang pengen terbang pesawat G*ruda, semenit minta di cek pesawat lain, semenit lagi minta cek tanggal lain, abis itu minta jam lain… Ahhhhhhh….langsung hari itu Bad Mood, bete berat dan menurut buku panduan hidup saya dengan level bad mood yang berbeda-beda maka akan ada bermacam-macam treatment pula.
Level pertama ( tidak parah, hanya kesal ) makan coklat atau es krim sudah membantu.
Level kedua ( lumayan parah sampai saya butuh curcol) harus ‘disembuhkan’dengan makan besar dan makan enak. Saya bukan tipe yang doyan makan loh, tapi kalau stress dan bad mood larinya ke makanan ( kepengaruh sama teman-teman yang hobi makan kayaknya… hehehe).
Level terakhir adalah untuk kasus yang paling parahhh deh… maka saya akan melakukan terapi shopping, ngabisin uang ( semakin banyak semakin happy)…dan biasanya diakhiri dengan penyesalan karena pada dasarnya saya adalah perencana keuangan loh..
Well, pada awalnya sih 3 terapi ini berhasil buat saya. Setiap kali bete, kesel maka saya akan memilih 1 dari 3 pilihan diatas. Masalahnya adalah lama-lama saya berasa 3 terapi ini mulai tidak mempan mengembalikan mood saya. Terakhir saya malah merencanakan ke Bali, ngabur sementara dari rutinitas. Dan saya baru sadar, wah kayak gini sih ga bener ya? Next time, saya yakin Bali tidak akan mempan. Saya akan pergi ke Luar Negeri. Trus kalau lama-lama semuanya ga mempan, dan hati saya masih bete, masih sedih. Bagaimana dunk? Terapi apalagi yang harus diambil?
Di saat itulah, saya akhirnya memasukkan terapi level 4 menurut saya yaitu doing nothing. Ga usah diapa-apain deh. Bukankah wajar kalau manusia itu sedih, punya rasa bete? Kita kan bukan robot, yang harus diprogram untuk selalu merasa bahagia. Yupp, kita memang mencari kebahagiaan dan lama-lama rasanya kita sepertinya kecanduan untuk selalu merasa bahagia.. 24 7. Dan seperti kecanduan, yang awalnya dosis kecil akan selalu berakhir dengan dosis yang semakin besar dan besar dan besar sampai akhirnya OD. ( Ouchhh scary isn’t it?)
Let the life doing their own cure … sekarang kadang kalau saya bete, saya tidak mencari coklat atau es krim, saya tidak cari makanan enak, saya juga tidak shopping, dibiarkan aja lah.. tomorrow will be better, let’s keep hoping.
Subscribe to:
Comments (Atom)